top of page

Warga Bale Hinggil Krisis Listrik dan Air, Bongkar Pelanggaran Hak Dasar dan Transparansi Keuangan

SURABAYA - analisapost.com | Permasalahan serius tengah melanda warga Apartemen Bale Hinggil, sebuah kawasan hunian di Surabaya. Sebanyak 25 unit hunian dilaporkan mengalami pemutusan fasilitas dasar berupa aliran air bersih dan listrik.

Warga Apartemen Bale Hinggil
Warga Apartemen Bale Hinggil Krisis (Foto: Div)

Kasus ini mencuat dalam sebuah forum dengar pendapat yang menghadirkan perwakilan warga dari Bale Hinggil Community (BHC) dan sejumlah anggota legislatif dari DPRD Surabaya, Rabu (9/4/2025).


Rapat berlangsung di lantai 2 Gedung DPRD Surabaya dan menghadirkan berbagai pihak terkait, antara lain perwakilan warga, Camat Sukolilo, Lurah Medokan Semampir, Bagian Hukum dan Kerjasama Pemerintah Kota Surabaya, pihak pengembang PT Tlatah Gema Anugerah (TGA), serta pengelola apartemen PT Tata Kelola Sarana (TKS).


Dalam forum tersebut, perwakilan BHC memaparkan bahwa pemutusan aliran listrik dan air bersih telah berlangsung sejak beberapa waktu lalu tanpa penjelasan yang jelas dari pihak pengelola.


Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan warga karena fasilitas tersebut merupakan kebutuhan pokok yang dijamin sebagai hak dasar masyarakat.


Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan, menyampaikan bahwa persoalan di Bale Hinggil tak hanya menyangkut pemutusan layanan dasar, tetapi juga menyeret isu serius mengenai transparansi keuangan. Menurutnya, terdapat dugaan bahwa pengelola kawasan telah melakukan penarikan dana dari warga namun tidak menyetorkannya kepada Pemerintah Kota Surabaya.


“Tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di kawasan Bale Hinggil mencapai Rp7 miliar. Padahal, berdasarkan keterangan warga, mereka telah rutin membayar kewajiban tersebut,” ujar Eri kepada awak media AnalisaPost.


"Padahal, warga sudah membayar. Dana itu ditarik, tapi tidak disetorkan ke Pemerintah Kota. Ini jelas masalah besar yang tidak bisa didiamkan,” tegasnya.


Komisi C DPRD Surabaya menyatakan akan mendalami temuan ini dan berencana memanggil pengelola kawasan untuk dimintai klarifikasi. Selain itu, pihaknya juga mendorong Pemerintah Kota untuk segera turun tangan dalam menyelesaikan krisis yang berdampak langsung terhadap kehidupan warga tersebut.


Menurutnya, akar dari persoalan ini bukan karena warga menolak membayar iuran pengelolaan lingkungan (IPL), melainkan karena absennya transparansi dalam laporan keuangan yang hingga kini belum pernah diaudit secara terbuka.


Selain itu, banyak warga yang belum menerima Sertifikat Hak Milik (SHM) meskipun telah melunasi pembayaran unit apartemen.


“Permasalahan bukan karena warga enggan membayar, tapi karena tidak ada laporan keuangan yang transparan. Bahkan, hak mereka atas SHM pun tak diberikan,” lanjut Eri.


Sementara itu, Oki Mochtar selaku Building Manager dari PT Tata Kelola Sarana menyatakan bahwa keputusan pemutusan fasilitas dasar dilakukan atas arahan direksi.


“Saya akan laporkan hasil RDP ini ke direktur kami, Pak Aldo. Keputusan apakah akan dinyalakan kembali atau tidak, itu kewenangan pimpinan,” ungkap Oki.


Ia juga menyampaikan bahwa proses pemutusan tidak dilakukan secara tiba-tiba, melainkan melalui tahapan administratif berupa surat peringatan (SP1 hingga SP3) dan somasi hukum. Menurutnya, pengelola telah memberi kelonggaran sejak 2021, namun sebagian warga dinilai tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan tunggakan.


Pernyataan tersebut dibantah keras oleh Agung Pamardi, anggota Bale Hinggil Community, yang menyebut bahwa 25 unit yang diputus fasilitasnya justru telah melunasi kewajiban mereka.


“Semua unit yang diputus itu sudah lunas. Ini bukan hanya tidak adil, tapi sudah masuk ke ranah pelanggaran hukum,” tegas Agung.


Ia juga menambahkan bahwa pengelola saat ini, PT TKS, tidak memiliki hubungan kontraktual langsung dengan warga, karena perjanjian awal dilakukan dengan pengembang PT Tlatah Gema Anugerah. Hal ini menimbulkan kekosongan kepastian hukum bagi warga.


“PT TKS hanya pelimpahan dari TGA, sementara warga tidak pernah diberi kejelasan. Ini bentuk lain dari pelanggaran hak,” lanjutnya.


RDP yang berlangsung selama lebih dari dua jam tersebut menjadi ajang terbuka untuk menyuarakan keresahan warga yang telah terpendam bertahun-tahun.


DPRD Kota Surabaya melalui Komisi C berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas, guna menjamin perlindungan hak dasar warga dan menegakkan kepatuhan terhadap Peraturan Daerah.


Warga berharap pemerintah dapat mengambil langkah tegas dan memberikan jaminan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.


Mereka juga meminta agar hak-hak dasar mereka dikembalikan dan pengelolaan dana dilakukan secara transparan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.(Che)


Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com

Comments


bottom of page
analisa post 17.50 (0 menit yang lalu) kepada saya