SURABAYA - analisapost.com | Ketua Komnas Perlindungan Anak Surabaya, Syaiful Bachri, SP, bersama Adinda Willie & Partners, dari Komnas Sidoarjo, memberikan pendampingan psikologis kepada IB, seorang anak tunanetra berusia 9 tahun yang menjadi korban pelecehan oleh tetangganya. Pendampingan ini bertujuan membantu sang anak pulih dari trauma agar ia bisa kembali berinteraksi dengan lingkungannya.
Setelah insiden tersebut, korban mengalami trauma berat, takut bersosialisasi, dan enggan keluar rumah, serta mengalami penurunan kondisi mental dan psikologis.
Adinda Willie & Partners (AWP) menerima laporan terkait kasus ini. Awalnya, mereka bertindak sebagai kuasa hukum korban, namun dengan alasan tertentu AWP memutuskan mundur sebagai kuasa hukum, tetapi tetap mendampingi korban secara pribadi melalui Komnas Perlindungan Anak.
"Kami mundur sebagai kuasa hukum dalam kasus ini, namun saya secara pribadi akan tetap mendampingi melalui Komnas Perlindungan Anak," ujar Adinda kepada awak media AnalisaPost.
"Hari ini kami ke RS Bhayangkara untuk tes psikologi. Komnas Perlindungan Anak akan memberikan pendampingan, baik dari segi hukum maupun layanan dukungan psikososial," jelasnya.
"Melupakan kejadian kelam ini memang butuh waktu lama, tapi kami akan terus berusaha. Kami berharap dampak negatif yang dirasakan korban bisa diminimalisir. Selanjutnya, kami juga akan memeriksa ke bagian SPKK (Spesialis Penyakit Kulit dan Kelamin), dan jika diperlukan, ke dokter kandungan untuk tes Pap Smear guna mengantisipasi kemungkinan penyakit," lanjutnya dengan ramah.
"Harapannya korban bisa segera pulih, mengingat masa depannya masih panjang dan ia bisa mengejar cita-citanya dengan baik," tambahnya
Sementara itu, ibu korban bercerita saat mendampingi IB melakukan pemeriksaan psikologis di RS Bhayangkara bersama kuasa hukum Eko Prastian dari Kantor Lembaga Bantuan Hukum Damar Indonesia (LBH-DI) pada Kamis siang (22/8/24).
Menurut ibu korban, sebelum insiden tersebut, IB adalah anak yang ceria dan ramah serta memiliki prestasi di bidang olah suara dan salawatan di sekolahnya.
"Hari ini anak saya sudah meminta izin dari sekolah untuk pemeriksaan meski awalnya tidak mau karena ia sangat bersemangat untuk sekolah dan mengaji. Namun karena dia anak yang patuh, akhirnya dia bersedia saya ajak ke RS Bhayangkara," ceritanya dengan wajah sedih.
"IB sekarang sering melamun dan menyendiri. Jika ada yang mengetuk pintu, dia sangat ketakutan. Sebagai ibunya, saya sangat sedih melihat kondisi anak saya. Perasaan saya hancur dan merasa kehilangan. Saya mendidiknya dengan penuh kasih sayang sejak kecil, dan ini sungguh menghancurkan hati saya," kenangnya.
"Harapan saya agar pelaku.dihukum seberat - beratnya," ucapnya dengan nada geram.
Eko Prastian, kuasa hukum korban, menyatakan bahwa pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidik (SP2HP) dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
"Pelaku KS sudah ditahan kemarin siang. Ia dijerat dengan Pasal 82 UU RI No 17 tahun 2016 atau UU RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terkait pencabulan anak di bawah umur. Kami menargetkan pelaku dihukum seberat-beratnya, mengingat kejahatannya sangat keji terhadap anak dengan disabilitas yang juga yatim," tegasnya.
"Selain itu, kami juga berencana meminta ganti rugi secara material dan mengupayakan agar korban dan saksi mendapat perlindungan dari LPSK," tutupnya.(Che)
Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com
Editor: Dewi
Comments