SURABAYA - analisapost.com | Ribuan umat Hindu di Surabaya melaksanakan Upacara Melasti atau Mekiyis di Pantai Kenjeran, Surabaya, Jawa Timur. Upacara sakral ini merupakan bagian penting dari rangkaian ritual sebelum Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1947.

Kegiatan ini bertujuan untuk menyucikan diri baik lahir maupun batin serta lingkungan, sebagai ungkapan syukur atas anugerah Tuhan yang diberikan.
Prosesi ini dilakukan dengan membawa pratima atau benda-benda suci dari pura masing-masing menuju ke laut sebagai simbol pembersihan dan penyucian. Setelah prosesi penyucian, benda-benda sakral tersebut dikembalikan ke pura untuk digunakan dalam rangkaian upacara selanjutnya.
Dari pantauan awak media AnalisaPost, tampak hadiri Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Kota Surabaya, Agus Imam Sonhaji, mewakili Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi.
Dalam kesempatan tersebut, Agus Imam Sonhaji menyampaikan apresiasinya terhadap pelaksanaan Upacara Melasti yang berlangsung dengan khidmat dan tertib.
"Pemerintah Kota Surabaya sangat menghargai keberagaman dan budaya yang ada. Upacara Melasti ini merupakan bagian dari kekayaan tradisi yang harus dijaga dan dilestarikan,” ujar Agus Imam Sonhaji.
Ia juga menambahkan bahwa Upacara Melasti menjadi pengingat bagi semua pihak akan pentingnya menjaga kehidupan yang harmonis, baik dengan sesama manusia, alam, maupun Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagai kota yang memiliki keberagaman budaya dan keyakinan, Surabaya berkomitmen untuk menjaga nilai-nilai toleransi, persatuan, dan keharmonisan.
"Oleh karena itu, Pemerintah Kota Surabaya terus berupaya memfasilitasi kegiatan keagamaan sebagai bentuk dukungan terhadap kerukunan umat beragama," ucapnya.

Prof. Ir. I Nyoman Sutantra, M.Sc., Ph.D., selaku Paruman Walaka atau penasihat Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), menambahkan bahwa Upacara Melasti merupakan bagian penting dalam rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi.
"Upacara Melasti adalah ritual ibadah penyucian diri yang dilakukan setahun sekali sebelum umat Hindu menyambut Tahun Baru Saka atau Tawur Kesanga dengan makna yang mendalam, yaitu membersihkan diri dari segala kekotoran lahir dan batin serta memohon kesucian kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,” ungkap Prof. I Nyoman Sutantra kepada awak media AnalisaPost, Sabtu (22/3/25)
"Ritual ini umumnya dilakukan di pura yang berdekatan dengan sumber air kehidupan atau tirta amertha, seperti laut, danau, atau sungai. Karena air dianggap sebagai elemen suci yang mampu membersihkan dan menyucikan, baik secara spiritual maupun fisik," terangnya.
"Dengan dilaksanakannya Upacara Melasti, umat Hindu diharapkan dapat memasuki Hari Raya Nyepi dalam keadaan suci, baik jasmani maupun rohani, serta siap menjalani Catur Brata Penyepian, yaitu empat pantangan atau larangan saat Hari Raya Nyepi yang berlangsung dari pukul 06.00 WIB hingga 06.00 WIB keesokan harinya. Larangan tersebut meliputi Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak bekerja), Amati Lelungan (tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang),” jelas Guru Besar ITS kepada awak media AnalisaPost.

Setelah melakukan persembahyangan bersama di tepi pantai, pemangku (pemuka agama Hindu) memercikkan air suci kepada para umat sebagai simbol penyucian dan berkah.
Upacara Melasti menjadi momen penting bagi umat Hindu dalam mempersiapkan diri menyambut Hari Raya Nyepi.
Dengan berlangsungnya Upacara Melasti ini, diharapkan umat Hindu dapat menyambut Tahun Baru Saka dengan hati yang suci, penuh kedamaian dan toleransi antar umat beragama di Surabaya terus terjaga dalam suasana yang harmonis dan damai. (Dna)
Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com
Comentarios