SURABAYA - analisapost.com | Radian jadid adalah seorang Penyintas Covid-19, Pendonor Plasma Konvalesen#14, juga Ketua TFKK-ITS, Ketua Pelaksana PPKPC-RSLI, Pria yang memiliki semangat luar biasa mengatakan bahwa, Kebencanaan adalah keniscayaan bagi Indonesia karena posisi geografis maupun iklim tropis yang melekat didalamnya. Gunung meletus, gempa bumi, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, hingga tsunami adalah potensi yang cukup sering muncul intensitasnya. Minggu (07/11/21)
Belum lagi kebakaran hutan, kebakaran skala besar serta bencana kesehatan seperti wabah virus covid-19 juga berpotensi besar mengingat populasi serta kepadatan penduduk Indoesia yang cukup besar. Pemerintah sudah mengantisipasinya dengan adanya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan SAR Nasional (BASARNAS) dan lembaga lain dibawahnya.
Berbagai program telah disiapkan dan dijalankan untuk mengantisipasi, menanggulangi dan juga merecovery berbagai dampak dari bencana yang melanda. Kamis 4 November 2021, banjir bandang menerjang Desa Bulukerto, Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Banjir yang bermaterial lumpur bercampur kayu itu menerjang permukiman warga, menyebabkan 6 titik terdampak dengan korban meninggal kurang lebih sebanyak 7 orang, 107 ternak hanyut, 35 rumah rusak dan 33 terendam, 89 KK turut terdampak dan puluhan motor dan mobil rusak serta berbagai kerugian materiil lainnya (Pusdalops BPBD Batu).
Dengan kesiap siagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPBD) Kota Batu dan Jawa Timur serta partisipasi masyarakat baik secara perorangan maupun kelembagaan yang luar biasa, dengan cepat mampu menanganinya. Ratusan atau bahkan ribuan relawan segera bergerak ke lokasi memberikan bantuan.
Pasokan logistik dan bantuan kemanusiaan berupa bahan makanan, pakaian dan peralatan serta kebutuhan hidup harian mengalir deras dan dirasa mencukupi untuk kebutuhan penanangan darurat.
"Di era pandemi covid-19 yang belum dinyatakan selesai oleh pemerintah, ada yang harus menjadi perhatian tersendiri dalam penanganan kebencanaan, yaitu pelaksanaan protokol kesehatan dalam mengantisipasi merebaknya covid-19. Sudah menjadi hal umum yang sulit dihindarkan saat kebencanaan yaitu terabaikannya pelaksanaan protokol kesehatan tidak saja oleh para korban terdampak dari sebuah bencana, namun juga dijalani oleh para petugas dan relawan kebencanaan." Papar Ketua Pelaksana Program Pendamping Keluarga Pasien Covid-19 RS Lapangan Indrapura Surabaya
"Dengan semangat kemanusiaan dan bergerak dalam memberikan pertolongan, sering kali di lapangan mereka masih dalam kerumunan dan lupa atau hanya mengenakan masker sekenanya. Selain kapasitas dan kompetensi dalam kerelawanan, syarat bebas covid yang diwujudkan dalam bentuk negatif hasilswan antigen maupun PCR belum banyak menjadi syarat, apalagi dalam waktu tanggap darurat 1-2 hari sesaat setelah kejadian bencana." Jelas Radin yang juga sebagai Ketua Task Force Kemanusiaan Kantin ITS
Penangan standar pada masayarakat yang tedampak bencana biasanya meliputi penyediaan tempat pengungsian, pembuatan dapur umum, penyediaan posko relawan, posko kesehatan, pembersihan lokasi dan penanganan fisik terdampak. Beberapa hal yang perlu dicermati diataranya bahwa habbit atau kebiasaan masyarakat yang menghindari tempat pengungsian terpusat dan lebih memilih tinggal dirumah saudara atau pengurus RT/RW serta menggunakan masjid/balai desa untuk tempat berteduh sementara.
Stigma tempat pengungsian kurang terurus, MCK sulit, tidak nyaman dan sebagainya dari masih dipegang oleh sebagian besar masyarakat, sementara bagi pengampu penanganan bencana, tempat berkumpul pengungsi yang terpusat lebih mudah dalam pengelolaan dan distribusi bantuannya. Hal penanganan kesehatan bagi korban bencana juga perlu dicermati.
Mereka yang mengalami kendala khusus seperti para penyandang difabel, haruslah mendapatkan penangan tersendiri. Paran pengidap penyakit inveksius dan menular seperti TBC, dsb. harus dipisahkan dan mendapatkan layanan intesif sehingga tidak berpotensi menularkan pada korban bencana lainnya.
Pada masa pandemi covid-19 ini juga harus menjadi salah satu protap penangan korban bencana, mengenai pendataan mereka terkait vaksinasi dan paparan covid-19. Mereka yang belum divaksinasi baik tahap 1 maupun 2 bisa difasilitasi dan disediakan layanan vaksinasi dari faskes terdekat. Apakah dirasa cukup dilakukan swab antigen/PCR hanya bagi mereka yang merasa bergejala saja, ataukah memang perlu dilakukan secara menyeluruh sehingga potensi merebaknya covid-19 di daerah bencana bisa dihindari.
Perlu melibatkan stake holder baik tokoh masyarakat/agama maupun orang perpengaruh di lingkungan bencana untuk mempermudah melakukan pendekatan pada masyarakat terdampak bencana.
Sanitasi sekitar kawasan terdampak bencana menjadi hal urgen dan menjadi perhatian khusus. Banyaknya bangkai hewan tidak boleh dibiarkan, harus dikubur ditempat yang jauh dari sumber air untuk menghindari lalat, penyakit yang ditimbulkannya serta mengkontaminasi air. Kebutuhan air besih baik untuk MCK maupun masak dan air minum juga menjadi hal yang mendesak dan serta merta dipenuhi.
Pasokan dari PDAM melalui mobil-mobil tangki, penyediaan tandon-tandon portabel akan sangat membantu pemenuhan kebutuhan tersebut. Perbaikan dan rehabilitasi saluran air bersih dapat dilakukan kemudian, menyusul kemudian pasca tersedianya kebutuhan dasar tesebut. Dengan memperhatiakan penangan bidang kesehatan tanpa mengesampingkan penanganan urgen bidang lainnya, harapannya masyarakat terdampak bencana segera mendapatkan bantuan dan layanan terbaik untuk kelangsungan hidup mereka.
Jangan sampai menjadi kawasan terdampak bencana lanjutan atau bahkan menjadi klaster baru penularan covid-19. Untuk itu pemberlakuan dan penerapan protokol kesehatan 6M serta konsistensi pelaksanaan 3T mutlak dijalankan termasuk dalam wilayah penanggulangan kebencanaan. Semoga kawasan bencana tidak menjadi klaster baru covid-19. (Red/RJ)
Commenti