SURABAYA - analisapost.com | Konflik agraria di Banyuwangi selalu makan korban bagi yang berjuang akan kebenaran. Seperti kejadian tahun 2017 kasus agraria pada sektor pertambangan dimana 4 orang warga desa Sumberagung Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi dikriminalisasi karena menolak Tambang Emas di Bukit Tumpang.
Akibat pelaporan tersebut salah satu seorang harus mendekam dibalik jeruji akibat menolak pertambangan itu dan parahnya di vonis hakim padahal buktinya tidak kuat.
Yang terbaru kembali terjadi kriminalisasi pada bulan Februari 2023, kali ini menimpa ketiga petani berasal dari Desa Pakel Kecamatan Licin. Mereka ditangkap ditengah jalan tanpa prosedur yang jelas dari pihak berwajib.
Ironisnya alasan penangkapan disebabkan mangkir sewaktu pemanggilan. Padahal infonya terdapat kejanggalan. Ketiga petani ini dituduh melakukan penyebaran berita bohong sehingga menimbulkan keonaran.
Anehnya Hakim pengadilan negeri (PN) Banyuwangi malah memberi vonis 5 tahun 6 bulan, PN kembali mengulang akan kasus sebelumnya.
Sayangnya PN Banyuwangi tidak berpihak kepada masyarakat yang sedang memperjuangkan haknya. Sehingga niat para petani tengah berjuang untuk mendorong redistribusi tanah di desanya banyak warga tidak punya lahan.
Di samping itu ketimpangan penguasan lahan perlu jadi perhatian pemerintah hingga ijin Hak Guna Usaha (HGU) yang dikeluarkan ATR/BPN Banyuwangi perlu diperjelas aturannya.
Melihat kasus yang penuh kejanggalan maka pada Senin Sore (8/4/24), Tekad Garuda (Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria) terdiri dari berbagi organisasi antara lain: LBH Surabaya, Walhi Jawa Timur, LBH Disabilitas, dan LBH Buruh, juga Rakyat Jawa Timur, LPBH NU Banyuwangi, Lekvori didukung YLBHI dan KontraS Jakarta mengadakan Konferensi Pers diadakan di kantor Muhammadiyah Jawa Timur.
"Acara ini sebagai respon atas putusan pasal 14 dan 15 UU No tahun 1946 yang sebelumnya telah dibatalkan MK. Dimana sebelum nya dinyatakan Inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD NKRI berdasarkan Gugatan Haris Azhar dan Fatiah mengenai penyebaran berita bohong sehingga menimbulkan keonaran dan pasal itu juga yang dikenakan ke tiga pejuang warga Desa Pakel yakni Muladi, Suwarno hingga Untung. Yang mana mereka tengah memperjuangkan hak atas tanah didaerah Pakel. Atas putusan MK dengan tidak berlaku aturan tersebut maka otomatis pasal yang dikenakan otomatis tidak berlaku apalagi mereka tidak melakujan kriminal murni tapi sebagai korban."jelas Direktur Walhi Jatim Wahyu Eka Setiawan.
Apa yang dikenakan sebagai konflik panjang kasus agraria di wilayah Pakel, sebagai faktor utama adalah ketimpangan penguasaan lahan. Dimana rata-rata warga disana berprofesi buruh tani dan tidak dapat lahan sesuai.
Hampir tiga perempat wilayahnya masih HGU. Di sisi lain BPN memberikan begitu saja tanpa melihat riwayat tanah dan pertikainya sendiri terjadi adanya pemberian HGU dilakukan BPN atas PT. Bumi Sari terutama ditahun 2004 dan 2019 dan disini akar masalahnya. Utama kita dorongkan bagaimana bentuk tanggung jawab BPN agar tidak lepas tangan.
Sedangkan Satria Unggul dari Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PW Muhammadiyah Jawa Timur sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya menyampaikan dalam jumpa pers.
"Bagi warga Pakel yang mengalami krimanalisasi terhadap petani dan masyarakat sipil merupakan fenomena gunung es yang tidak bisa didiamkan begitu saja. Bahwa penggunaan pasal karet di KUHP sudah dicabut tetapi kita tidak boleh lengah karena KHUP baru akan juga dilaksanakan ditahun 2025 harus menjadi perhatian. Jelas kondisi sekarang ini menjadi peluang dan berharap MA dalam putusan kasasi membebaskan trio Pakel berikut masyarakat yang tidak bersalah Salah satunya kasus menimpa Daniel Fritzs aktivis lingkungan dikarimunjawa juga dikrimanalisasi"terangnya.
Kesempatan ini Tekad Garuda mengajukan Somasi terbuka terhadap Ketua Mahkamah Agung.(Che)
Dapatkan berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari dan ikuti berita terbaru analisapost.com di Google News klik link ini jangan lupa di follow.
Comments