top of page
Gambar penulisanalisapost

Melirik Sejarah Gereja Merah Sebagai Cagar Budaya Yang Hampir Terlupakan

Diperbarui: 26 Jul


Foto: Div (Gereja Merah terbuat dari Baja berdiri kokoh sejak tahun 1862)

PROBOLINGGO - analisapost.com | Setiap daerah pastinya mempunyai tempat bersejarah dan tentunya harus dirawat serta butuh dukungan dari Pemerintah. Karena mempertahankan itu justru membutuhkan biaya besar. Untuk itulah peran serta pihak terkait sangat dibutuhkan. Seperti Gereja Merah yang terletak di jalan Suroyo no 32 Probolinggo sebagai salah satu ikon dari Kabupaten Probolinggo. Sabtu (17/04/2021)


Sabtu pagi hari saat awak media Analisa Post datang, kesan pertama ketika sampai dilokasi pastinya akan takjub. Material bangunan yang berasal dari Jerman memiliki nuansa kental budaya Eropa di topang besi yang kokoh. Pengunjung akan dibuat berdecak kagum, karena sekilas kalau dilihat tidak seperti tempat ibadah.


Bangunan Gereja Protestan berumur ratusan tahun ini memiliki keunikan tersendiri. Warna bangunannya yang merah menjadi ciri khas sebuah bangunan yang di bangun oleh Belanda saat Analisa Post mencoba mendatangi langsung Gereja Merah.

Foto: Div (Ruangan bagunan Gereja yang bisa Bongkar Pasang. Semua berbahan Baja)

Setelah masuk ke dalam dan berbincang-bincang dengan salah satu Penatuah Cornelius yang mengetahui sejarah keberadaan dari Gereja Merah, kami pun berkeliling gereja sambil mendengarkan cerita tentang awal berdirinya Gereja Merah ini.


Menurutnya awal warna dari Gereja itu justru berwarna putih. Bentuk bangunan ini pengaruh koloniaslisme Belanda, Salah satu bangunan peninggalan kolonialisme Belanda di Kota Probolinggo adalah Protestantsche Kerk Probolinggo yang dibangun pada tahun 1862.


Memasuki jaman penjajahan Jepang, Gereja yang berwarna putih berubah menjadi merah. Informasi yang disampaikan ke Analisa Post tempat tersebut pernah menjadi gudang amunisi. Oleh karena itu dicat merah untuk membedakan. Kemudian pada tahun 1948 berganti nama menjadi Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Immanuel atau lebih dikenal dengan sebutan Gereja Merah.


"Dulu bangunan ini sama pemerintah Hindia Belanda pesannya di Jerman. Kemudian di naikan kapal ke Probolinggo menggunakan sistem knock down." Ujarnya sambil mengalihkan pandangannya ke bagunan tua.


"Sampai sekarang mas, biar bangunan ini tidak keropos di cat pakai cat yang biasanya untuk kapal. Dan ini menggunakan biaya sendiri mas. Saya rasa mas pasti tahu berapa harga cat itu. Tetapi kami tidak mengeluh. Kami hanya berusaha menjaga tempat ibadah ini." Cerita pria paruh baya dengan bijaksana.

Foto : Div (Kursi yang sering di gunakan di era jaman Belanda)

"Selain tempat ibadah bagi kami umat kristiani, Kadang-kadang tempat ini di jadikan sebagai spot foto buat mereka yang berkunjung. Bagi kami, siapapun bisa berkunjung ke Gereja Merah selama tidak merusak fasilitasnya." Terangnya


Warna merah pada gereja ini memiliki makna sebagai darah Yesus Kristus untuk menyelamatkan manusia. Pancaran sinar matahari yang menembus kaca jendela lawas, seakan menambah kudus suasana ketika duduk di kursi jati panjang depan altar. Sehingga siapapun yang berada di di dalamnya dengan pemandangan yang ikonik, terasa berada di Gereja Eropa.


Sambil menunjukan ruangan yang ada di dalam, kembali disampaikan,"Jika ingin berkunjung, sebaiknya tidak disaat menjalannkan ibadah. Dulu sebelum pandemi, banyak yang datang. Tetapi sekarang sudah tidak ada lagi. Namun kegiatan keagamaan tetap terlaksana dan kami batasi." Tegasnya mengakhiri perbincangan kami.


Keunikan lain yang dimiliki adalah langit-langit gereja di topang dengan besi sangat kokoh bisa di bongkar pasang. Mulai dari mimbar gereja hingga ornamen di dalam gereja masih sedia kala. Perlu diketahui di dunia disain seperti ini hanya terdapat di dua tempat yaitu Denhaag, Belanda dan Gereja Merah di Probolinggo.


Seiring dengan perkembangan pertumbuhan kota, menghadirkan bangunan-bangunan baru di sekitar gereja dengan gaya arsitektur lebih modern, bangunan peninggalan kolonial ini akhirnya kurang diperhatikan masyarakat dan pemerintah. Hingga akhirnya pada tahun 2013 di tetapkan sebagai bangunan cagar budaya Kota Probolinggo. Gereja yang memiliki daya tarik wisata sejarah maupun religi hingga kini tetap berfungsi sebagai tempat ibadah.


Pengunjung dari mancanegara datang silih berganti memadati gereja. Mereka bernostalgia dengan kisah yang diceritakan tentang kakek buyutnya. Namun sejak adanya pandemi, gereja ini pun sepi pengunjung.

Foto: Div (Alkitab yang masih menggunakan Bahasa Belanda berusia ratusan Tahun)

Selain itu, di dalam Gereja Merah terdapat alkitab yang berumur ratus tahun dan masih berbahasa Belanda. Bangunan tangguh bukti peninggalan sejarah ini, hingga sekarang masih membutuhkan dana untuk Maintenance dan berharap ada yang tertarik untuk membantu memberikan dana terlepas dari unsur agama.


Kita sebagai penerus bangsa, harusnya bisa menjaga peninggalan yang ada di negeri kita. Jangan setelah di akui oleh negara lain, baru berondong-bondong ribut mencela satu sama yang lainnya. Apalagi ini salah satu cagar budaya yang ada di Kota Probolinggo. Oleh karena itu, mari kita sisihkan dan ikut perhatikan cagar budaya yang ada di daerah kita karena negara yang hebat adalah negara yang mau ikut menjaga kekayaan negara itu sendiri. (Che/Dna )

2.247 tampilan0 komentar

Comentarios


bottom of page
analisa post 17.50 (0 menit yang lalu) kepada saya