SURABAYA - analisapost.com | Penyandang disabilitas tuli kini semakin menunjukkan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berkarya. Di bidang kuliner, khususnya dalam dunia peracikan kopi, banyak teman tuli yang mulai mencoba menjadi barista.
Salah satu contoh inspiratif ini dapat ditemukan di Kopi Tutur Rasa hotel Midtown Surabaya, yang memberdayakan teman tuli sebagai barista andalan. Dengan tagline "Untaian Rasa Penuh Karsa", Kopi Tutur Rasa menyampaikan pesan bahwa kopi ini tidak hanya soal rasa, tetapi juga semangat inklusivitas.
Sebelum menjadi barista, para teman tuli ini menjalani pelatihan intensif selama lima hari yang diadakan oleh Midtown Hotel. Dalam pelatihan tersebut, mereka belajar langsung dari barista senior mengenai teknik membuat kopi, mulai dari proses pembuatan espresso hingga penyajian kopi dengan variasi rasa, serta melatih pelayanan terhadap pelanggan.
"Kami ingin memberikan ruang bagi teman-teman tuli untuk membuktikan bahwa mereka mampu bekerja, kreatif, dan memberikan pelayanan terbaik, sama seperti orang lain," ujar William Sihombing, Public Relation (PR) Midtown Hotel Surabaya, pada Selasa (12/12/24).
Delapan barista tuli yang bertugas di gerai ini memiliki latar belakang yang beragam. Mereka berasal dari Surabaya dan Sidoarjo, dengan kisah yang menginspirasi, mulai dari lulusan sekolah hingga mereka yang kesulitan mendapatkan pekerjaan akibat stigma sosial dan kini menjadi bagian penting dari keluarga Midtown.
"Mereka mengikuti pelatihan selama lima hari, dari 9 hingga 23 Agustus 2024, mereka mengikuti pelatihan intensif. Dalam program ini, mereka belajar mengenali jenis biji kopi, cara mengoperasikan mesin kopi, hingga seni meracik minuman. Kami semua juga dilatih bahasa isyarat untuk memastikan komunikasi berjalan efektif," terangnya kepada awak media AnalisaPost.
William juga menjelaskan bahwa teman tuli lebih menyukai istilah "tuli" karena lebih menghormati dibandingkan "tunarungu".
"Banyak orang tidak tahu bahwa sebenarnya sebutan tuli lebih menghormati identitas mereka. Istilah tunarungu bagi mereka terkesan seperti menyebut sebuah penyakit," ungkap William.
Rio, salah satu teman tuli yang kini menjadi barista, juga berbagi pengalamannya. Dengan memakai apron bertuliskan "Tutur Rasa" di samping mesin kopi espresso, Rio menyapa para media saat berkunjung.
Sesaat kemudian, dia tampak sibuk meracik kopi pesanan. Rio fokus mengisi portafiller dengan kopi bijian. "Mau memakai gula?" tanya Rio menggunakan bahasa isyarat sambil tersenyum.
Bagi "teman dengar", kalimat yang dilontarkan Rio mungkin terdengar kurang jelas. Tetapi meskipun demikian, Rio tetap berusaha menjelaskan sambil mengajari teman-teman media bagaimana cara menjawab menggunakan bahasa isyarat sambil memandu menggunakan kartu Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia) yang biasa digunakan untuk belajar mengobrol.
Rio juga menjelaskan salah satu proses pembuatan kopi favoritnya:“Caranya, ambil bubuk kopi 16 gram, ditimbang, dan dimasukkan ke mesin kopi. Setelah itu, teteskan kopi ke dua gelas, tambahkan sirup gula 30 ml, es batu, dan susu 90 ml. Baru terakhir, tuangkan kopi yang sudah jadi,” jelasnya dengan percaya diri dan dengan tangan yang terampil meracik kopi.
Keberhasilan para teman tuli di Kopi Tutur Rasa ini menjadi bukti bahwa dengan pelatihan dan dukungan yang tepat, mereka mampu bersaing di dunia kerja, khususnya dalam industri kuliner. Kedai kopi ini pun menjadi ruang inklusif yang memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk berkarya dan menginspirasi. (Dna/Che)
Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com
Comments