SURABAYA - analisapost.com | Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia pada 3-6 September 2024 memiliki makna mendalam, terutama dalam hal toleransi dan persaudaraan lintas agama.
Kunjungan ini bukan hanya merupakan kunjungan kenegaraan dan apostolik, tetapi juga menjadi momentum bersejarah bagi umat Katolik dan seluruh bangsa Indonesia yang menggambarkan semangat persaudaraan tanpa perbedaan.
Sejak diumumkannya rencana kunjungan Paus Fransiskus, berbagai persiapan dilakukan. Mulai dari persiapan liturgi, hingga kegiatan sosial yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat. Saat tiba, Paus disambut dengan kehangatan dan kekeluargaan yang mencerminkan semangat kebhinekaan dan gotong-royong Indonesia.
Syukuran Sebagai Bentuk Terima Kasih
Momen ini juga dimanfaatkan oleh Keuskupan Surabaya, Gereja Katedral jl. Polisi Istimewa No.15. Berbagai kegiatan, seperti doa bersama, misa syukur dan diskusi bersama dalam bentuk "cangkruan" pada Senin (9/9/24) malam digelar sebagai ungkapan terima kasih atas kehadiran Paus Fransiskus yang membawa pesan kasih, perdamaian, dan harapan bagi semua.
Dengan tema "Memaknai Kunjungan Paus: Syukuran dan Refleksi Bersama" yang diangkat dalam diskusi ini mencakup isu-isu kemanusiaan, lingkungan hidup, dan upaya menjaga perdamaian di tengah keberagaman, dihadiri sekitar 300 orang perwakilan dari berbagai agama, kaum muda, dan bahkan kelompok difabel, yang menunjukkan antusiasme tinggi untuk berbagi pandangan dan pengalaman.
Diskusi tersebut dipandu oleh beberapa tokoh agama yakni Romo RD. Yosef Eko Budi Susilo, sebagai Administrator Keuskupan Surabaya, Prof. KH. Imam Ghazali Said, Tokoh senior NU dan Dian Jennie Cahyawati, Ketua Puan Hayati Pusat, yakni organisasi perempuan penghayat kepercayaan.
Refleksi Bersama: Menggali Makna Kunjungan Paus
Pesan-pesan Paus tentang keadilan sosial, perlindungan terhadap kaum miskin dan terpinggirkan, serta pentingnya menjaga kelestarian lingkungan menjadi bahan refleksi bersama.
Bagi banyak orang, kunjungan ini memotivasi mereka untuk berkomitmen lebih dalam pada misi pelayanan kepada sesama. Umat diajak untuk melihat kunjungan ini sebagai dorongan untuk bertindak lebih nyata dalam memperjuangkan hak-hak kemanusiaan dan menjaga bumi sebagai rumah bersama.
Menurut Prof. KH. Imam Ghazali Said, dialog antara Katolik dan Muslim sudah terjalin lama dan terus dipertahankan. Ia mengingat kembali pengalamannya bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan pada tahun 2014, ketika Paus baru saja terpilih.
"Kesederhanaan Paus terlihat dari caranya menemui kaum miskin dan penyandang cacat. Kita semua bisa belajar dari keteladanannya," ujarnya.
"Kesan saya pertama yaitu kesederhanaan dan uniknya bukan umat yang mendatangi tetapi justru Bapa Paus yang datang serta menemui kaum papa, miskin sampai penyandang cacat. Pastinya saya banyak belajar dari Paus. Disini Paus bukan sebagai Pemimpin tapi Vatikan sebagai institusi keagamaan katolik. Secara institusi telah berjasa bagi umat muslim ketika karya-karyanya intelektual kaum muslim mampu dijalan secara baik," terangnya.
Hal yang sama juga disampaikan Romo Eko bahwa keteladanan Gereja dan masa depan bangsa perlu dibangkitkan kembali melalui jejaring sosial yang kuat hingga ke akar rumput.
"Kehidupan berbangsa dan bermasyarakat harus bertumpu pada moral, dan pendidikan keluarga sangat penting," tuturnya.
Persaudaraan dan Harapan Baru
Dalam konteks Indonesia yang kaya akan keberagaman, kunjungan Paus ini menegaskan pentingnya dialog lintas agama dan mempererat persaudaraan di tengah perbedaan.
Seperti yang disampaikan Raja, mahasiswa UKDC, saat ditanya terkait kehadirannya oleh awak media AnalisaPost, ia menyatakan bahwa kegiatan ini sangat penting bagi kaum muda agar lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan tidak hanya dikenal karena sisi negatifnya di media sosial.
"Kedatangan Bapa Suci melibatkan banyak sukarelawan dari berbagai kalangan. Hari ini kami diundang oleh Keuskupan dan ada banyak korelasi untuk membangun bangsa. Tentu saja meninggalkan jejak yang dalam bagi kami, untuk menguatkan semangat melanjutkan perjuangan demi keadilan, perdamaian, dan kasih sayang," ungkapnya.
Kintan dari kelompok difabel juga menyampaikan pendapatnya, "Paus Fransiskus datang untuk menyuarakan tentang kelompok-kelompok marginal, termasuk perempuan, anak-anak, difabel, dan lansia. Ini mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap sesama dan merawat toleransi," tutupnya mengakhiri.
Kunjungan Paus Fransiskus diharapkan mampu menjadi contoh nyata bagi semua untuk selalu memupuk rasa cinta kasih dan toleransi, tanpa membedakan satu dengan yang lain.(Che)
Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com
Editor: Dewi
Comments