SURABAYA - analisapost.com | Menjelang Hari Raya Nyepi, ribuan umat Hindu di Surabaya menggelar pawai ogoh-ogoh yang melintasi sejumlah ruas jalan di sekitar Pura Segara Kenjeran. Tradisi tahunan ini menjadi simbol penyucian diri dan pengusiran roh jahat sebelum memasuki Tahun Baru Saka 1947, pada Jumat (28/3/2025).

Dalam pawai tersebut, enam ogoh-ogoh berbentuk raksasa dan makhluk mitologis diarak dan wajib dibuat menggunakan bahan alami seperti anyaman bambu dan kertas koran, lalu dihiasi dengan warna mencolok serta detail menyeramkan yang melambangkan sifat-sifat negatif yang harus disingkirkan.
Sejak pagi, warga Surabaya tampak antusias menyaksikan arak-arakan ogoh-ogoh yang diiringi tabuhan gamelan Bali.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Surabaya, Ketut Gotra Astika, menjelaskan bahwa pawai ini merupakan bagian dari rangkaian Hari Raya Nyepi.
"Pawai ogoh-ogoh merupakan salah satu rangkaian menuju Hari Raya Nyepi yang jatuh pada 29 Maret 2025. Tradisi ini diawali dengan Melasti, yaitu ritual penyucian diri di laut, lalu dilanjutkan dengan Pengerupukan, di mana umat Hindu melakukan pawai ogoh-ogoh sebagai simbol pengusiran roh jahat," ujarnya saat pembukaan pawai ogoh-ogoh.
Tahun ini, pawai mengusung tema "Manawasewa Madawasewa Menuju Indonesia Emas 2045," yang bertujuan menjaga keseimbangan bhuana agung dan bhuana alit melalui konsep Tri Hita Karana, yaitu menjaga hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan, manusia dengan sesama, serta manusia dengan alam.

Sekretaris Daerah Kota Surabaya, Dr. Ikhsan, S. Psi, MM, yang mewakili Wali Kota Surabaya, berharap pawai ogoh-ogoh tahun depan dapat kembali digelar di Balai Kota agar lebih banyak masyarakat yang bisa ikut serta.
"Kami juga akan memasukkan pawai ogoh-ogoh ke dalam agenda event Kota Surabaya agar menjadi daya tarik wisata budaya," tambahnya.
Ketua Panitia Hari Raya Nyepi, I Made Sweca, menambahkan bahwa acara ini bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga menjadi ajang untuk memperkenalkan budaya Bali dan Hindu kepada masyarakat luas.
"Sebelum Hari Raya Nyepi, umat Hindu melaksanakan upacara Tawur Agung Kesanga. Upacara ini dilakukan untuk menetralisir energi negatif yang ada di bumi. Setelah itu, nyepi dilaksanakan dengan suasana yang benar-benar hening dan sunyi, menciptakan kesempatan untuk refleksi dan kontemplasi mendalam dengan menjalani Catur Brata Penyepian, yaitu amati karya (tidak bekerja), amati geni (tidak menyalakan api), amati lelanguan (tidak bersenang-senang), dan amati lelungan (tidak bepergian) sebagai bentuk perenungan diri,"terangnya kepada awak media AnalisaPost.
Rangkaian Perayaan Hari Raya Nyepi
Nyepi memiliki tujuan utama untuk menyucikan diri dan alam semesta. Perayaan ini mengajarkan manusia untuk mengendalikan diri dan menghindari berbagai hawa nafsu duniawi yang dapat mengganggu keseimbangan hidup. Untuk rangkaian prosesi dalam perayaan Hari Raya Nyepi:

Melasti
Sebelum Nyepi, umat Hindu melaksanakan ritual Melasti. Upacara ini bertujuan untuk mensucikan diri dan simbol-simbol keagamaan dengan cara melarungnya ke laut atau sumber air suci. Melasti melambangkan pembersihan lahir dan batin sebelum memasuki Tahun Baru Saka.
Tawur Kesanga
Sehari sebelum Nyepi, dilakukan upacara Tawur Kesanga atau Mecaru. Ritual ini bertujuan untuk menetralisir energi negatif dan menjaga keseimbangan alam semesta. Prosesi ini sering diiringi dengan pawai Ogoh-ogoh, yakni patung raksasa yang melambangkan sifat buruk dalam diri manusia. Ogoh-ogoh kemudian dibakar sebagai simbol pemusnahan sifat negatif.
Hari Raya Nyepi
Pada puncak perayaan, umat Hindu menjalankan Catur Brata Penyepian, yang terdiri dari:
Amati Geni: Tidak menyalakan api atau penerangan.
Amati Karya: Tidak bekerja atau melakukan aktivitas fisik.
Amati Lelungan: Tidak bepergian.
Amati Lelanguan: Tidak bersenang-senang atau menikmati hiburan. Hari ini dijalani dengan penuh kesunyian, perenungan, serta doa untuk mendapatkan ketenangan dan keseimbangan batin.
Ngembak Geni
Sehari setelah Nyepi, umat Hindu merayakan Ngembak Geni. Pada hari ini, mereka saling berkunjung dan bersilaturahmi untuk saling memaafkan serta mempererat hubungan kekeluargaan. Ini menjadi momentum untuk memulai kehidupan yang lebih baik di tahun yang baru.
Sweca juga menambahkan bahwa yang mengarak ogoh-ogoh tahun ini bukan saja umat Hindu, tetapi dari berbagai agama juga ikut berpartisipasi.
"Tadi bisa kita lihat yang ikut mengarak ogoh-ogoh mulai dari pengurus gereja, pengurus masjid dari Sukolilo ikut berpartisipasi. Ini merupakan wujud toleransi. Kami bangga sekali dengan kehadiran mereka. Kami ingin menjadi contoh bahwa di pura Segara sebagai binaan angkatan laut bisa menciptakan toleransi yang luar biasa," tutupnya mengakhiri.
Perayaan Nyepi bukan hanya memiliki makna religius bagi umat Hindu, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk melakukan refleksi diri dan menjaga keharmonisan dengan alam. Dengan keheningan dan kedamaian yang diciptakan, Nyepi menjadi momentum untuk menata kembali kehidupan agar lebih seimbang dan harmonis.

Dalam kesempatan ini hadir Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) II, Laksda TNI I. G. P. Alit Jaya, S.H., M.Si, Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Danlantamal) V Laksma TNI Dr. Arya Delano, S.E., M.Pd., M.Han., Pembimbing Masyarakat (Pembimas) Hindu Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Jawa Timur, Budiono, S.Ag, Kadis PRKP dan Cipta Karya Jatim adalah I Nyoman Gunadi, S.T., M.T. beberapa pemuka agama, Ketua Walubi Kota Surabaya, Dedy Adrianto, Tokoh masyarakat dan SKPD Kota Surabaya.
Acara berlangsung khidmat dan meriah, ditutup dengan pembakaran ogoh-ogoh sebagai simbol pemusnahan energi negatif, sebelum umat Hindu memasuki Hari Raya Nyepi dengan ketenangan dan kesucian batin.(Dna)
Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com
Comments