Dibalik SAKERA Pejuang Rakyat Tertindas, Siapakah Dia Sebenarnya?
- analisapost
- 31 Mei 2024
- 4 menit membaca
Diperbarui: 28 Feb
SITUBONDO, analisapost.com | Sakera adalah tokoh legendaris warga keturunan Arab Yaman asal Madura yang dikenal karena keberaniannya dan keterlibatannya dalam melawan penindasan dan ketidakadilan pada masa penjajahan Belanda di Indonesia.

Asal Usul
Menurut Hamid Nabhan pria keturunan Arab Yaman, seorang penulis dan budayawan mengatakan berdasarkan sumber di Museum Tropeen Amsterdam, Belanda, Sakera adalah sosok yang tinggi besar bernama Omar Bawazir, bahkan tentara Belanda pun kalah tingginya.
Sejarah Omar Bawazir alias Sakera ini juga dituang menjadi buku berjudul Ziarah Sejarah-Mereka yang Dilupakan oleh Hamid Nabhan yang dirilis tahun 2018 dengan buku setebal 118 halaman.
Kisah Perjuangan
Menurut Tokoh Masyarakat Kelurahan Kolusari, Mujianto, saat awak media AnalisaPost mencoba untuk mencari tau tentang keberadaan makam Sakera alias Sugiman yang memiliki nama asli Omar Bawazir ini, ia menceritakan sejarah perjuangan bagaimana Sakera membantu rakyat Indonesia yang ditindas oleh Belanda.
Sakera digambarkan sangar dengan kumis lebat dan udeng di kepala. Ia berdomisili di Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan memiliki dua istri, dia juga merawat keponakannya bernama Brodin.
"Sakera alias Sagiman saat terpanggil untuk bekerja diperkebunan tebu, pabrik gula“Kantjil Mas Bangil” milik Belanda Kelurahan Raci Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan (LANDRAAD BANGIL PROVINTIE DOST JAVA), di abad 19, ia dikenal sebagai mandor yang baik hati dan sangat memperhatikan kesejahteraan para pekerja sehingga mendapat julukan sebagai ‘Pak SAKERA’ yang berarti pejuang anti penjajahan," cerita Mujianto kepada awak media AnalisaPost.
"Suatu saat setelah musim giling usai, pabrik gula tersebut butuh banyak lahan baru untuk menanam tebu. Karena kepentingan itu, orang Belanda ambisius untuk membeli lahan perkebunan seluas-luasnya dengan harga semurah-murahnya. Dengan cara licik, orang Belanda menyuruh carik Rembang menyediakan lahan baru untuk perusahaan dalam jangka waktu yang singkat dan murah dengan iming harta kekayaan, sehingga carik Rembang bersedia memenuhi keinginan tersebut," imbuhnya.
Carik Rembangpun menggunakan cara-cara kekerasan kepada rakyat dalam mengupayakan tanah untuk perusahaan. Sakera pun membela rakyat karena ketidak adilannya yang di lakukan oleh carik Rembang.
Karena adanya perlawanan, carik Rembang kemudian melaporkan hal ini kepada pemimpin perusahaan. Pemimpin perusahaanpun marah dan mengutus wakil bernama Marcus untuk menyingkirkan Sakera.

Suatu hari ketika para pekerja sedang istirahat, Markus marah-marah kemudian menghukum para pekerja serta menantang Sakera. Sakera yang mengetahui hal inipun marah kemudian membunuh Marcus beserta pengawalnya. Sejak saat itulah Sakera menjadi buronan polisi pemerintah Hindia Belanda.
"Suatu saat ketika Sakera berkunjung ke rumah ibunya, ia dikeroyok oleh carik Rembang dan polisi Hindia Belanda. Karena ibu Sakera diancam, Sakera akhirnya menyerahkan diri. Ia diadili di Pengadilan Negeri (Sebelah Timur masjid Manarul) dan dimasukan ke dalam penjara (sebelah Timur stasiun) Bangil. Siksaan demi siksaan Sakera dapatkan selama ia di penjara," lanjutnya.
Sementara Sakera dipenjara, perlawanan dari rakyatpun muncul. Carik Rembang di bunuh, dan kemudian ia menghabisi petinggi di perkebunan yang memeras rakyat. Bahkan kepala polisipun tangannya di tebas dengan monteng, senjata khas yang digunakan Sakera ketika mencoba menangkap Sakera.
Mujianto juga menceritakan bahwa, selama Sakera dipenjara, ia selalu merindukan keluarganya dan dibalik jerujilah, Sakera mendapatkan kabar bahwa istrinya Marlena, sering diganggu keponakannya, Brodin yang sudah sejak lama menyukai Marlena. Sakera pun murka dan kabur dari penjara.
"Sejak Sakera kabur dari penjara, seluruh polisi pemerintahan Belanda di Bangil dikerahkan untuk menagkap kembali Sakera. Tetapi Sakera terlalu sulit untuk di tangkap. Akhirnya Belanda pergi menemui teman seperguruan Sakera bernama Aziz," ungkapnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh oleh cicit Sakera, Bayu Iskandar Dinata (Abdullah Bawazir), putra dari Suroto, cucu dari Yusuf Bawazir.
Ia bercerita bahwa Omar Bawazir memiliki ayah keturunan Arab Yaman bernama Abdullah Bawazir, beliau menikah dengan gadis Madura, dan mempunyai anak bernama Omar Bawazir yang dikenal Sagiman. Mengikuti jejak sang ayah, Omar Bawazir juga menikahi gadis Madura dan di karunia 2 orang putra yakni Yasin Bawazir dan Yusuf Bawazir.
Disampaikan kenapa ada konflik, karena Sagiman adalah pembela rakyat kecil. Ketika upah di potong oleh mandor-mandor yang lain, ia tidak terima. Tidak hanya itu, Sakera juga menjarah harta benda Belanda dan kuda-kuda milik Belanda untuk di bagikan ke rakyat Indonesia dengan julukan "Robinhood Indonesia." akhirnya Sagiman alias Sakera jadi musuh para mandor dan Belanda.
Abah demikian nama sapaan dari cicit Sakera, memaparkan bahwa Belanda dengan cara licik, mereka mendatangi teman seperguruan Sakera yang bernama Aziz untuk mencari kelemahan Sakera. Seperti biasa, Aziz di janjikan imbalan kekayaan oleh gubernur Belanda saat itu.
"Akhirnya Sakera dilumpuhkan dengan cara diajak berkelahi selama tiga hari tiga malam berturut-turut menggunakan senjata monteng hingga Sakera lemas. Kondisi inilah yang dimanfaatkan gubernur Belanda. Sakera gugur kemudian dimakamkan di Bekacak Kelurahan Kolursari dimakamkan di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari. Daerah paling selatan di Kota Bangil,"ucapnya lirih, Kamis (30/5/24)
Terlihat raut wajah yang sedih saat mengenang kisah leluhurnya. Pria yang memiliki perawakan tinggi besar ini, sesekali terlihat matanya berkaca-kaca.
"Makna terdalam yang saya ingat adalah saat Sakera berpesan kepada kakek, Yusuf Bawazir, dan kakek berpesan kepada ayah, Suroto Bawazir, kemudian di teruskan kepada saya yakni pesannya hanya SABAR. Tidak ada yang lain. Beliau selalu menekankan Sabar, Sabar dan sabar," tutupnya mengakhiri.
Semangat juang yang dilakukan oleh Sakera, tidak pernah terdokumentasikan bagi masyarakat dan Sakerapun belum masuk dalam kategori pahlawan nasional indonesia.
Sahabat, hikmah apa yang bisa kita ambil dari kisah sosok seorang Sakera pada momen demokrasi saat ini. Hilangnya demokrasi, saat itulah kita sering melupakan bahwa ada banyak cita-cita para pejuang yang belum tersampaikan.
Tugas kita adalah mewujudkan dengan kesadaran bahwa generasi penerus akan mengisi kemerdekaan indonesia, perjuangan bangsa indonesia bukan hanya dari masa lalu, hari ini, hari esok dan selamanya. (Dna/Che)
Dapatkan berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari dan ikuti berita terbaru analisapost.com di Google News klik link ini jangan lupa di follow.
Comments