top of page
Gambar penulisanalisapost

Bahaya Bisphenol A Terhadap kesehatan Anak, Balita dan Janin Ibu Hamil

JAKARTA - analisapost.com | Hasil penelitian baik di dalam negeri maupun di luar negeri, Bisphenol A terbukti sangat berbahaya bagi kesehatan. Bisphenol A dapat memicu kanker, prostat, jantung, kelahiran prematur, obesitas dan gangguan perilaku. Itu semua sangat berbahaya bagi usia dewasa.

Penjelasan Para Pakar dan Ahli mengenai Policarbonat BPA kepada sejumlah media di Gedung Wantimpres. Selasa 28/02. Prof. DR. Mochmad Claid, S.Si M.Sc. Eng. Ptof DR. Irianto, Prof. DR. Junardi Ktotib. S.Si, M.Kes, Ph.D, Apt, Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dan DR. Ims Mayasari, SH,MH (Foto: Istimewa)

Bisa dibayangkan kalau itu terjadi pada bayi, balita dan janin yang belum memiliki sistem imun. Tentu kita tidak ingin berjudi dengan kondisi ini.


"Jika pelabelan pada galon guna ulang tidak segera dilakuan, maka masyarakat terus mengkonsumsi makanan atau minuman yang berpotensi terpapar dan terkontaminasi Bisphenol A atau BPA," demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak dalam Audensi dengan Dewan Pertimbangan Presiden di kantor Wantimpres, yang difasilitasi PIC, Selasa 28/02/23.


Lebih lanjut Arist Merdeka menyampaikan dalam audensi dengan Wantimpres yang diterima Bapak Sidarta Danusoebrata, bapak Agung Laksono dan ibu Putri, bahwa di negara-negara maju, regulasi BPA sudah sangat ketat dan tegas. Sudah tidak diijinkan lagi kemasan yang berbahan polikarbonat dengan kode daur ulang 7.


Pelarangan penggunaan BPA tercatat di negara-negara maju seperti, Perancis, Brazil, negara bagian Vermont dan Colombia.


"Semua akan menuju ke sana. Negara - negara tersebut memiliki penduduk lebih sedikit dibanding Indonesia yang kini sekitar 278 juta jiwa. Kalau terjadi apa-apa akibat paparan BPA dampaknya bisa lebih berbahaya bila dibanding negara yang berpenduduk sedikit. Butuh recovery yang cukup lama.Itu sebabnya perlu tindakan tegas dalam hal ini," tegas Arist.


Oleh karena itu, untuk saat ini yang sangat mendesak adalah, Presiden menyetujui Revisi Perka BPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.


Untuk saat ini demi menyelamatkan anak-anak, bayi, balita dan janin ibu hamil sahkan dulu Perka BPOM No. 31 Tahun 2018, sehingga BPOM punya regulasi untuk mengganti pelabelan pangan olahan termasuk pelabelan terhadap galon isi ulang dan produk AMDK sebelum RUU Pengawan Obat dan Makanan disahkan menjadi Undang-undang.


Peraruran kepala BLOM ka tersebut akan melindungi kesehataan usia rentan yaitu bayi, balita dan janin pada ibu hamil yang dimana anak-anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa mempunyai hak untuk dilindungi kesehatannya oleh Pemerintah.


"Kapan lagi Indonesia bisa setara dengan bangsa lain? Kalau masalah kesehatan pangan belum diperhatikan," kata Arist.


Agar anak-anak Indonesia mempunyai kesetaraan dengan anak-anak di negara maju, dimana pemerintah di negara maju telah mengatur dengan ketat dan melarang penggunaan kemasan yang mengandung BPA untuk digunakan sebagai wadah makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh usia rentan yaitu bayi, balita dan ibu hamil.

Ditambahkan lagi, para ahli kesehatan dunia telah melakukan riset BPA yang dipublish dalam Jurnal International, bahwa kemasan yang mengandung BPA berbahaya.


Hal ini seperti yang disampaikan Prof Juanedi Khatib, S.Si Dekan Faku, M.Kes, Ph.D, Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Menurutnya senyawa Bisphenol A dapat bermigrasi dari kemasan ke dalam air. Ini yang akhirnya membahayakan bagi yang mengkonsumsi.


Menurut hasil penelitian para ahli setidaknya bisa memicu kanker, autis, perubahan perilaku, prostat, ginjal dan gangguan jantung.


Demikian juga BPOM juga telah melakukan riset terkait cemaran BPA, kajian-kajian dengan pakar yang ahli dibidangnya masing-masing, hasilnya setelah di cek market dan pabrik AMDK di beberapa kota Indonesia ada temuan Kemasan plastik BPA mempunyai cemaran diatas ambang batas.


Para ahli pakar dibidangnya yang hadir dalam audensi dengan Wantimpres yakni DR. Mochmad Chalid S.Si,.M.Sc. Eng, Prof Junaidi Khotib, S.Si. M.Kes, Ph.d.Apt Prof. Irianto dan Dr. Ima Mayasari SH, MH dan DR. Arzetty Blibina anggota Komosi IX DPR-RI ikut menjelaskan terhadap temuan ilmiahnya.


Lebih lanjut Arist Merdeka menjelaskan mengutip berbagai penelitian bahwa di Indonesia, persyaratan batas migrasi Bisphenol A pada kemasan plastik PC ditetapkan dalam peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan sebesar 0,6 bpj (bagian per juta).


Berdasarkan hasil hasil pengawasan kemasan galon yang dilakukan Badan POM pada tahun 2021 dan 2022, baik dari sarana produksi maupun peredaran, ditemukan 3,4 persen sampel tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA yang diperoleh di sarana peredaran.


Hasil uji migrasi BPA yang mengkhawatirkan (berada pada 0,05 s.d. 0,6 bpj) sebesar 46,97% di sarana peredaran dan 30,91% di sarana produksi. Hasil pengawasan kandungan BPA pada produk AMDK dengan kandungan BPA di atas 0,01 bpj (berisiko terhadap kesehatan) di sarana produksi sebesar 5% sampel galon baru dan di sarana peredaran sebesar 8,67%.


Sejak BPOM mengeluarkan hasil pengawasan selama setahun dari 2021 sampai 2022 diwebsite Kemenkominfo juga sudah mencabut status 'hoax' tentang bahaya BPA. Bahwa Bisphenol A berbahaya bagi kesehatan bukanlah hoax.


Dari seminar dan pendapat para pakar dalam temu pakar nasional yang difasilitasi BPOM pertengahan tahun 2022 di Hotel Sangrila Jakarta, sepakat galon guna ulang harus diberi label.


Namun sayang surat yang ditujukan kepada Presiden melalui Setneg untuk mendalat persetujuan substansial tidak pernah sampai kepada Presiden.


Menurut informasi semua tertahan di meja Setneg termasuk draf RUU Pengawasan Obat dan Makanan , padahal regulasi Perka BPOM tentang Pelabelan Pangan Olahan maupun UU RI tentang Pengawasan Obat dan Makanan sangat dibutuhkan. Adakah kekuatan dan intervensi Industri dan Asosiasinya yang mehambatnya, ada apa?


Oleh sebab itu sangat penting pertemuan dengan Dr Dewan Pertimbangan Presiden agar hambatan ini dapat dicari jalan keluarnya sehingga percepatan pengesahan RUU Pengawasan Obat dan Makanan secara khusus Perka BPOM No. 31 Tahun 2018.


Dalam pertemuan yang dihadiri para pakar ahli dibidangnya, Wantimpres meresponnya akan segera menelusuri dan segera melakukan percepatan lahir regulasi pelabelan dan perlindungan atas kesehatan masyarakat, demikian di jelaskan Arist Merdeka didepan Dewan pertimbangan Presiden dan sejumlah media yang hadir di Pertemuan itu. (Ist)

42 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page
analisa post 17.50 (0 menit yang lalu) kepada saya