SURABAYA - analisapost.com | Sejarah peradaban tentang tabir yang belum dibuka tentang peristiwa alam pada masa lalu terhadap perubahan kebudayaan di Indonesia merupakan misteri yang sangat menantang untuk diungkapkan. Jika tabir ini berhasil diungkapkan sepenuhnya, maka hal ini akan membantu untuk menemukan jati diri bangsa yang akan memperkuat karakter dan ketahanan Indonesia.
Apakah misteri ini mampu diungkapkan oleh para peneliti Indonesia masa kini?
Buku "Plato Tidak Bohong, Atlantis Ada di Indonesia" yang ditulis oleh Danny Hilman Natawidjaja merupakan salah satu upaya peneliti Indonesia untuk mengungkapkan sejarah peradaban Nusantara dalam hubungan dengan bencana katastrofi purba.
Atlantis adalah kisah kerajaan yang hilang sejak 11.600 tahun lalu, yang hingga saat ini masih dianggap hanya merupakan mitos. Antlantis adalah misteri yang menggoda para ilmuwan, dan kaum spritualis untuk menelisik kembali peradaban maju manusia yang, konon, hilang ditelan bumi. Sampai saat ini, setidaknya ada ribuan buku telah ditulis ihwal legenda itu.
Mirip dengan Indonesia
Kesamaan Atlantis dan di Indonesia juga terlihat dari manuskrip kuno yang digunakan Plato untuk menjelaskan Atlantis, seperti adanya sungai, gunung berapi, masyarakatnya bisa membangun candi, habitat padat, masyarakat yang taat agama, patuh hukum, dan tidak mementingkan harta.
Berdasarkan dua karya Plato itu, DR Danny Hilman Natawidjaja, mengeluarkan sebuah buku
Konsep utama unsur pembentukan alam terdiri dari air, api, tanah, dan udara. Semua itu tertuang dalam dua karya Plato Timaeus dan Critias.
"Dari sisi demografi, Atlantis sangat mirip dengan Indonesia. Atlantis hilang karena curah hujan yang sangat besar pada saat itu, sehingga menyebabkan banjir besar dan kemudian menenggelamkan Atlantis. Proses menghilangnya Atlantis tidak dalam waktu sehari semalam, tapi terjadi selama beribu-ribu tahun yang disebabkan banjir terus menerus datang jadi tidak mungkin Plato berbohong dan berkhayal," kata Danny Hilman.
Danny menambahkan, dua karya Plato itu berasal dari manuskrip yang dimiliki oleh kakeknya didapat dari Mesir yang sudah ditranskip ke dalam bahasa Yunani.
Di karya Critias menyebutkan kalau Atlantis berasal dari 9.600 SM atau 11.600 tahun yang lalu. Atlantis dijelaskan sebagai wilayah tropis, bertemperatur sedang, berbentuk daratan besar yang sangat indah, subur, banyak sumber air, flora, fauna, dan bahan tambang logam mineral.
Benua Atlantis Yang Hilang Itu Ternyata Indonesia
Plato (427 – 347 SM) menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis.
Penelitian yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato‘s Lost Civilization.
Santos menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.
Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene) dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air yang berasal dari mencairnya es.
Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Somasir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saaitu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.
Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol).
Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu/teknologi, dan lain-lainnya. Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh. Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana yang berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein, dan Stephen Hawking.
Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantaibenua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events.
Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos.
Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata, ”Amicus Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.”
Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.
Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki.
Bencana alam beruntun yang dialami Indonesia mulai dari tsunami di Aceh hingga yang mutakhir semburan lumpur panas di Jawa Timur. Hal itu mengingatkan kita pada peristiwa serupa di wilayah yang dikenal sebagai Benua Atlantis. Apakah ada hubungan antara Indonesia dan Atlantis?
Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur panas dari masa yang lampau.
Kini Indonesia adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis tentu harus membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah diri di dalam pergaulan internasional, sebab Atlantis pada masanya ialah pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan bencana, sebagaimana telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat mengatasinya.
Nah apakah kalian masih malu menjadi orang Indonesia??
Dapatkan update berita pilihan dan berita terkini setiap hari dari analisapost.com
Comments